Jakarta, targetnews.co.id – Pada Hari senin 29/2024 telah berlangsung sidang praperadilan d pn jakarta selatan kelien kami Bu. Andi Mulyati mendapatkan informasi dari para saksi yang menerima uang dari team sukses caleg DPR RI dari partai Demokrat untuk didaerah pemilihan DKI Jakarta III, bahwa saksi tersebut diberikan uang. Diarahkan, dan diminta mencoblos caleg tersebut, Senin 02/09/2024.
Bahwa dengan adanya. Informasi seperti ini, ditindak lanjuti oleh klien kami Bu. Andi Mulyati dengan membuat laporan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Prov.DKI Jakarta.
Setelah dilakukan pelaporan maka ditindaklanjuti dengan pemeriksaan saksi-saksi dan mengikuti proses kelanjutan yang jadi kewenangan dari Bawaslu beserta sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu) Prov. DKI Jakarta.
Bahwa setelah saksi-saksi dimintai keterangan dan diperiksa oleh Bawaslu Prov. DKI Jakarta unsur formil dan materilnya terpenuhi bahwa caleg yang bersangkutan telah melakukan politik uang (money politic) pada pileg 14 Febuary 2024 lalu.
Karena unsur formil dan materil terpenuhi, maka Bawaslu memberikan rekomendasi kepada klien kami untuk meneruskan perkara ini dengan membuat laporan kepolisian di Polda Metro Jaya (PMJ).
Klien kami membuat laporan di Polda Metro Jaya (PMJ) dan pihak Bawaslu DKI Jakarta pun hadir pada saat klien kami membuat laporan di Polda Metro Jaya (PMJ).
Saksi-saksi dimintai keterangan oleh penyidik Polda Metro Jaya (PMJ). 8. Setelah itu ditingkatkan prosesnya dari penyelidikan ketingkat penyidikan oleh penyidik PoldaMetro Jaya (PMJ).
Terlapor dipanggil oleh penyidik Polda Metro Jaya (PMJ), sampai 3x panggilan sebagai terlapor tetapi terlapor tidak juga mendatangi Polda Metro Jaya (PMJ).
Penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) meningkatkan status dari terlapor menjadi tersangka karena mangkir dari pemanggilan penyidik Polda Metro Jaya (PMJ).
Bahwa penyidiki Polda Metro Jaya (PMJ) melakukan penggeledahan upaya pengamanan / penangkapan kepada tersangka dengan mendatangi rumah tersangka namun tersangka tidak pernah ada di rumah setelah dilaporkan melakukan politik uang (Money Politic).
Selanjutnya penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) memasukan tersangka dalam Daftar Pencarian Orang/DPO (Buronan).
Penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (KEJATI) DKI Jakarta mengirim berkas yang sudah memasuki tahap P-19 kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk dipelajari agar jika sudah dinyatakan lengkap P-21 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), maka Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan segera berkoordinasi dengan Pengadilan Negeri (PN) agar segera menyidangkan perkara tersebut, tetapi pada saat pengiriman berkas oleh penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (KEJATI) DKI Jakarta berkas tersebut dinyatakan belum lengkap dan harus ada beberapa yang diperbaiki sehingga oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (KEJATI) DKI Jakarta, berkas tersebut dikembalikan kepada penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) dengan catatan perbaikan antara lain:
a. Kurang jumlah saksi.
b. Penyidik harus ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dimana para saksi terdaftar sebagai pemilih dan menggunakan hak pilihannya.
Khen kami memenuhi arahan dari penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) agar menambah jumlah saksi, dan oleh itu klien kami saksi ditambah 5 orang lagi dari dan penyidik pun mendatangi konfirmasi kepada ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dimana para saksi terdapat dan menggunakan hak pilihnya.
Kemudian setelah memnuhi kekurangan yang diminta oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (KEJATI) DKI Jakarta, penyidik kembali melimpahkan berkas penyidikan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (KEJATI) DKI Jakarta
Setelah kurun waktu 10 hari kerja dari pengiriman kembali berkas penyidikan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (KEJATI) DKI Jakarta, tidak ada informasi ataupun kejelasan kelanjutan dari perkara tersebut, setiap kami tanyakan ke penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) hanya dijawab “Belum ada petunjuk lanjutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (KEJATI) DKI Jakarta”.
Yang menjadi tanda tanya kami sampai saat ini bahwa selama proses penyelidikan, penyidikan, sampai pengiriman berkas penyidikan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (KEJATI) DKI Jakarta, kami tidak pernah diberikan SP2HP (Surat Pemberitahuan) perkembangan hasil penyidikan yang merupakan bagian SOP penanganan perkara dalam kepolisian yang termasuk dalam Peraturan Kapolri (PerkaPolri) Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Republik Indonesia menyatakan bahwa dalam hal menjamin akuntabilitas dan tranparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak Pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap bulan.
Diluar ekspektası kami penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) mengeluarkan SP 3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) dengan alasan dalil “Demi Hukum” tanpa disertai penjelasan apapun.
Patut diduga diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sarat dengan kepentingan dan adanya intervensi dari pihak-pihak yang tidak menginginkan perkara ini berlanjut.
Kami menempuh upaya hukum Prapradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menguji keabsahan terbitnya SP3 yang dikeluarkan oleh penyidik Polda Metro Jaya.
Gugatan Prapradilan yang kami daftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta selatan dengan Nomor Perkara: 76/Pid.Pra/2024/PN.JakSel.
Jika kami tidak mengambil upaya hukum Prapradilan ini, akan menjadi preseden buruk bagi tumbuh kembangnya demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena di Negara kita tidak mempunyai kepastian hukum, supremasi hukum hanya dijadikan slogan belaka.
Bahwa praktek politik uang (Money Politics) harus dilawan dan diperangi, karena bersifat Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM), jika dibiarkan dan dijadikan ajang budaya dalam setiap penyelenggaraan pesta demokrasi akan menciderai nilai demokrasi itu sendiri, dan bagian dari proses upaya pembodohan rakyat, dan Pemimpin yang dihasilkan dari penyelenggaraan yang dicederai dengan kegitan politik uang (Money Politics) tidak akan mempunyai integritas dan legitimasi penuh dari rakayat.
Rakyat Indonesia harus tahu, bahwa Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu dibuat menggunakan anggaran APBN yang tidak kecil biayanya, yang notabene adalah uang rakyat, mari kawal bersama, jangan sampai ada oknum-oknum yang menyelewengkan penegakan peraturan itu sendiri.
Kami sangat berharap Ketua Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial, Para Aktivis Hukum dan Pejuang Keadilan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan seluruh rakyat Indonesia untuk turut serta mengawal perkara ini agar tidak diciderai lagi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab yang tidak menginginkan perkara ini berlanjut.
Sebagai bahan masukan dan evaluasi Bapak Kapolri untuk melakukan upaya pembinaan yang bersifat komperhensip kepada para penyidik polri agar bekerja lebih profesional lagi, untuk melayani, melindungi, dan mengayomi masyarakat Indonesia, karena masih ada oknum penyidik yang tidak melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (PerKapolri), kami yakin jika pembinaan dilaksanakan dengan semangat perubahan yang lebih baik, Polri kedepannya akan lebih dicintai oleh seluruh rakyat Indonesia.
Kepada Yang Mulia Hakim yang memeriksa, menyidangkan perkara ini, kami berharap agar Yang Mulia Hakim bisa mengunakan hati nuraninya berdasarkan fakta-fakta hukum yang kami sampaikan dan dapat mengabulkan perkara gugatan prapradilan sehingga perkara ini dapat dilanjutkan oleh penyidik Polda Metro Jaya ketingkat penuntutan melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan dilasanakan peradilan umum sehingga tersangka menjadi terdakwa dan terakhir dinyatakan bersalah dan berstatus terpidana.
Jangan biarkan stigma di masyarakat Indonesia tumbuh dan berkembang, yang mengatakan…
a. NO VIRAL NO JUCTICE…!!!
b. PENEGAKAN HUKUM HANYA TAJAM KEBAWAH…, TAPI TUMPUL KEATAS.
MARI SELAMATKAN DEMOKRASI INDONESIA DARI POLITIK UANG (MONEY POLITICS).
Tuty.sn