PROSES MENUJU 3 JUTA TON GABAH

banner 468x60

 Dunia pergabahan dan misteri perberasan dalam 3 atau 4 bulan ke depan, sepertinya masih akan menarik untuk dijadikan bahan obrolan dan perbincangan yang menghangatkan. Kerisauan serta kekawatiran terjadinya iklim ekstrim, masih saja menghantui para penentu kebijakan di sektor pertanian. Mereka was-was, jika tiba-tiba terjadi sergapan *_La Nina_* sebagai tamu yang tak diundang.

 

Ada pernyataan Ketua BPP Koperasi PERMATANI Indonesia H.Djoni Mudorijanto terkait dengan serapan gabah. Dikatakan setelah dilakukan : penyegaran” Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Perum Bulog, serapan gabah Pemerintah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Pertanyaan kritisnya adalah apakah benar dengan pergantian Kepala Dewan Pengawas dan Direktur Utama Perum Bulog , serapan gabah menjadi meningkat ?

 

Atau, kalau pun tidak dilakukan pergantian para petinggi Perum Bulog, serapan gabah akan meningkat, karena memang di berbagai daerah sudah memasuki panen. Pada saat Direksi lama, mana mungkin akan mampu meningkatkan serapan gabah, mengingat gabahnya tidak ada. Artinya apa yang akan diserapnya ? Wajar saja, bila Perum Bulog akan menyerap gabah dalam jumlah yang sedikit.

 

Panen raya padi kali ini, benar-benar merupakan ujian penting bagi Pemerintahan Presiden Prabowo bersama Kabinet Merah Putihnya dalam tekadnya mencapai swasembada pangan. Mengapa disebut ujian penting ? *_Pertama,_* : karena produksi beras yang berlimpah merupakan indikator penting pencapaian swasembada. *_Kedua,_* : raihan swasembada beras merupakan pintu masuk ke arah pencapaian swasembada pangan.

 

Tak kalah menariknya untuk dicermati, bahwa pencapaian swasembada beras, kini menjadi kebutuhan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi pencapaiannya. Setelah Pemerintah mengumumkan tahun 2025 bangsa kita tidak akan impor beras, maka jawabannya, produksi harus meningkat setinggi-tingginya, sehingga beras yang dihasilkan akan memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

 

Masalah serius akan muncul, manakala iklim dan cuaca, tidak berpihak ke sektor pertanian, seperti sergapan *_El Nino_* dua tahun lalu. Begitu pun dengan suasana kekinian. Jika beberapa waktu ke depan datang La Nina, boleh jadi produksi beras secara nasional bakal anjlok, sehingga ketersediaan beras jadi terganggu. Lebih parah lagi, bila kita tidak memiliki jurus ampuh untuk menghadapinya.

 

Untuk itu, apa yang disampaikan Ketua BPP Koperasi PERMATANI Indonesia di atas, menjadi cukup penting kita jadikan bahan pencermatan bersama, khususnya bagi rengrengan Keluarga Besar Perum Bulog di seluruh Indonesia. Mulai akhir Pebruari 2025, panen sudah mulai banyak terjadi di daerah-daerah. Otomatis jumlah penyerapan gabah akan semakin meningkat.

 

Selain itu, kita percaya Pemerintah telah meminta kepada Perum Bulog untuk menyiapkan Anggaran Pendanaannya dengan baik dan tepat.Gabah hasil panenan petani harus dibeli sesuai dengan harga kebijakan Pemerintah sebesar Rp 6.500,- per kg. Petani tidak mau dibayar dengan janji. Itulah sebabnya, Perum Bulog harus menyiapkan dana cash yang cukup besar untuk dapat langsung membeli gabah ke petani. Infonya, Perum Bulog telah siap untuk menjadi offtaker plat merah.

 

Merangkaknya kenaikan serapan gabah yang digarap Perum Bulog, jelas hal ini merupakan kinerja yang patut diberi apresiasi. Justru yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana dengan keakuratan data luas tanam dan luas panen yang diproyeksikan selama ini ? Jangan-jangan dengan mundurnya musim tanam beberapa bulan, membuat data produksi jadi tidak tepat.

BPS sendiri memproyeksikan adanya kenaikan produksi beras di awal 2025 yang melebihi periode yang sama di 2024. Estimasi produksi beras di Januari 2025 dilaporkan bisa mencapai 1,2 juta ton dan Februari 2025 bisa 2,08 juta ton. Sekali lagi diingatkan apakah dengan mundurnya jadwal tanam, apakah proyeksi tersebut masih akurat ? Inilah yang butuh pendalaman lebih serius lagi.

 

Angka tersebut jika dibandingkan dengan Januari dan Februari 2024 yang ada di angka 0,87 juta ton dan 1,39 juta ton, memperlihatkan adanya surplus sejumlah 1,02 juta ton. Dari itu, perkiraan terjadinya panen raya beras dapat dimulai pada akhir Februari sampai Mei mendatang. Hanya patut dicatat, ceritanya akan jadi lain, bila iklim dan cuaca tidak berpihak ke sektor pertanian.

 

Iklim dan cuaca merupakan faktor yang sulit dikendalikan secara akurat. Sehebat apapun ramalan yang dibuat, belum tentu akan memberi hasil yang memuaskan. Terlebih saat ini, kita masih dihadapkan pada terjadinya iklim ekstrim, yang sewaktu-waktu bisa menyergap para petani dalam mengelola usaha taninya. Kita, tentu ingat sergapan *_El Nino_* yang membuat terjadinya darurat beras.

 

Sergapan El Nino dua tahun lalu, sepertinya tidak mudah untuk dicarikan jalan pemecahannya. Lebih parah lagi, bila Pemerintah masih tersangkut diri pada pendekatan sebagai _”pemadam kebakaran”._ Artinya, Pemerintah baru bersikap setelah persoalan terjadi. Padahal akan lebih keren, bila Pemerintah menerapkan pendekatan _perhatian dini_, sehingga permasalahan bisa segera diselesaikan dengan cepat dan tepat.

 

Akhirnya kita berharap agar sinyal mulai merangkaknya kenaikan penyerapan gabah oleh Perum Bulog saat ini, dapat dijadikan sebagai pemantik semangat Keluarga Besar Perum Bulog seluruh Indonesia dalam mengemban tugas pokok dan fungsinya *_( tupoksi )_* yaitu Pengelolaan & Pendistribusian pangan di Indonesia.

 

Serapan gabah tidak boleh gagal dari apa yang sudah direncanakan. Serapan 3 juta ton setara beras harus dapat dibuktikan.

 

*_(Si-DheUban S12DJM)_* – *Kadep.Ekonomi, Koperasi & UMKM DPP JURI* _Rabu Pahing , 19 Pebruari 2025_

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *