Bogor, TargetNews – Polemik Angkringan Teras27 di Jonggol kian menuai tanda tanya. Fakta di lapangan jelas: kafe-resto ini tetap beroperasi meski izin usaha belum lengkap. Ironisnya, Camat Jonggol, Andri Rahman, S.STP., M.Si., justru bungkam ketika dikonfirmasi, seakan tak punya keberanian menegakkan aturan.
Pemilik usaha hanya mengantongi Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) dan persetujuan lingkungan. Padahal, sebuah kafe-resto dengan skala bangunan permanen jelas membutuhkan dokumen wajib lain, seperti:
* Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)
* Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
* UKL-UPL atau SPPL (izin lingkungan sesuai dampak usaha)
* NIB dan Izin Berusaha melalui OSS
Tanpa dokumen tersebut, operasional usaha dianggap melanggar aturan dan rawan menimbulkan risiko hukum.
Lebih parah lagi, di sekitar lokasi Angkringan Teras27 sempat terjadi longsor, hingga kini tampak penurapan dengan bronjong. Kondisi ini membuktikan, tanpa PBG dan SLF, aspek keselamatan pengunjung terancam. Bangunan tanpa sertifikasi laik fungsi ibarat bom waktu: mengundang potensi bencana.
Menurut informasi, pemilik hanya bermoodal SKDU dan persetujuan lingkungan disebut sebagai dasar pengurusan izin. Namun, ketika dikonfirmasi apakah usaha boleh berjalan sementara izin masih dalam proses, camat memilih diam. Sikap ambigu ini justru memperkuat dugaan adanya praktik “koordinasi gelap” antara pemilik usaha dan aparat wilayah.
Seorang pengamat hukum administrasi publik, yang dimintai tanggapannya, menegaskan:
> “Tidak ada dasar hukum yang membenarkan usaha kafe-resto beroperasi hanya bermodal SKDU. SKDU bukan izin berusaha, melainkan sekadar keterangan domisili. Jika usaha sudah berjalan tanpa izin lengkap, itu pelanggaran. Bila camat membiarkan, patut dipertanyakan integritasnya.”
Publik Mencium Bau Gratifikasi
Pemilik Angkringan Teras27 pun dinilai arogan. Ia berani mengoperasikan bisnisnya tanpa izin lengkap, seolah aturan bisa ditundukkan dengan “jalan belakang”. Publik mencium dugaan adanya upeti atau gratifikasi yang membuat usaha ini bisa tetap jalan mulus, meski seharusnya disegel.
Jika benar ada praktik itu, jelas bukan hanya mencoreng marwah pemerintahan, tapi juga merugikan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sementara pengusaha mengisi “perut” dengan keuntungan, daerah justru kehilangan potensi pajak resmi.
Bupati Bogor Ditantang Tegas
Kini bola panas ada di tangan Bupati Bogor.
Publik menuntut langkah tegas: apakah akan bertindak memulihkan wibawa aturan, atau justru membiarkan praktik ini berjalan. Pertanyaan tajam pun muncul: jangan-jangan Bupati juga sudah tersandera kepentingan pengusaha?