Nasib Kepemilikan Tanah 8,7 Hektar di Teluknaga: LBHAP PP dan Muhammadiyah Perjuangkan Hak Ahli Waris.

banner 468x60

 

 

Jakarta, 17 Februari 2025 – Kasus sengketa kepemilikan tanah seluas 8,7 hektar di Desa Lemo, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, terus bergulir. Tanah yang dahulu berupa empang ini kini telah berubah menjadi permukiman di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

Kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH), LBHAP, dan Pusat Muhammadiyah mendampingi Bapak Sani Chandra, ahli waris tanah tersebut, dalam upaya memperjuangkan haknya.

Permasalahan utama terletak pada pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 5 yang telah berusia 35 tahun oleh Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Banten pada tahun 2003 tanpa melalui proses pengadilan.

Sertifikat Dibatalkan Tanpa Putusan Pengadilan
Sertifikat kepemilikan tanah tersebut, yang telah digarap selama puluhan tahun, tiba-tiba dibatalkan oleh Kanwil BPN. Menurut aturan yang berlaku, sertifikat hanya bisa dibatalkan oleh BPN jika usianya belum mencapai lima tahun. Oleh karena itu, pihak LBH menilai keputusan ini tidak sah dan berupaya agar hak kepemilikan tanah dipulihkan.

Tim kuasa hukum telah mengajukan surat permohonan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) agar sertifikat tersebut dikaji ulang dan dikembalikan kepada ahli waris. Seluruh dokumen pendukung, termasuk putusan pengadilan terkait, telah diserahkan kepada kementerian.

Dugaan Kriminalisasi dan Upaya Perlindungan Hukum
Tidak hanya berjuang di ranah pertanahan, tim kuasa hukum juga membawa kasus ini ke ranah hukum pidana. Sebelumnya, Sani Chandra pernah dijadikan tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat yang dilaporkan oleh pihak pengembang PIK 2. Ia sempat ditahan selama dua bulan sebelum akhirnya kasus tersebut dihentikan (SP3) setelah adanya perjanjian damai dengan pihak pelapor.

Namun, belakangan, kasus ini kembali diangkat melalui putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Serang. Akibatnya, Polda Banten kembali membuka penyelidikan atas kasus tersebut. LBH menilai hal ini sebagai bentuk kriminalisasi terhadap ahli waris yang tengah memperjuangkan haknya.

Selain itu, mereka juga telah meminta perlindungan hukum kepada Kapolri agar kasus ini dikawal secara adil. Mereka menekankan bahwa putusan perdata Nomor 726 telah menetapkan Sani Chandra sebagai pemilik sah tanah tersebut, sehingga tidak ada dasar bagi siapapun untuk menuduhnya melakukan pemalsuan dokumen.

Tuntutan kepada Kementerian ATR/BPN
Pihak LBH menegaskan bahwa sertifikat tanah yang telah berusia 35 tahun seharusnya tidak bisa dibatalkan tanpa putusan pengadilan. Mereka meminta Kementerian ATR/BPN untuk meninjau kembali keputusan Kanwil BPN Banten dan mengembalikan hak kepemilikan tanah kepada ahli waris.

“Hukum harus berlaku sama bagi semua warga negara. Tidak boleh ada intervensi yang mengabaikan hak-hak seseorang atas tanah yang sudah jelas kepemilikannya,” ujar kuasa hukum.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut isu perampasan tanah yang marak terjadi di berbagai daerah. LBH dan tim kuasa hukum akan terus berupaya agar hak ahli waris dapat dipulihkan dan keadilan ditegakkan.

RR.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *