Jakarta, Universitas Pertahanan Republik Indonesia (UNHAN RI) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Water Governance Towards Global Cities” di Ballroom Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (30/9/2025). Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber lintas bidang, di antaranya:
Drs. H. Khoirudin, M.Si., Ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta
Prof. Ratih Dewanti-Hariyadi, Ph.D., dari Southeast Asian Food and Agriculture Science and Technology (SEAFAST) Center IPB University
Laksda TNI Dr. Ir. Abdul Rivai Ras, M.M., M.S., M.Si., IPU., Ketua Pusat Studi Keamanan Maritim dan Ketahanan Air UNHAN RI
Prof. Dr. Ir. Firdaus Ali, M.Sc., Ketua Indonesia Water Institute (IWI)
Dalam paparannya, Laksda TNI Dr. Ir. Abdul Rivai Ras menekankan pentingnya tata kelola kelembagaan sumber daya air untuk menghadapi tantangan di masa depan.
“Kalau kita melihat peta tahun 2040, Indonesia termasuk negara yang tergolong menghadapi water stress. Berdasarkan data, kita akan berada pada kisaran 40 sampai 80 persen. Ini persoalan serius yang perlu diperhatikan sejak sekarang,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, Bappenas sebenarnya sudah memetakan kondisi water stress Indonesia sejak 2020. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan populasi yang terus berkembang, Indonesia berpotensi kesulitan memperoleh air bersih.
“Laporan SDGs bahkan menyebutkan akan ada sekitar 2 miliar orang di dunia yang menghadapi persoalan air, dan Indonesia menjadi bagian dari itu,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rivai menyebut tantangan terbesar dalam tata kelola air nasional adalah pencemaran, keberlanjutan, hingga penyediaan akses air minum yang layak. Ia menyoroti disparitas antarwilayah, di mana Jakarta tercatat memiliki akses air minum layak tertinggi pada 2024, sedangkan Papua justru memiliki akses terendah.
“Kita sering berpikir Papua punya air pegunungan yang melimpah, tetapi faktanya justru mereka menghadapi keterbatasan akses air minum layak. Sebaliknya, di Jakarta aksesnya lebih baik,” ujarnya.
Menurutnya, sebagian besar air minum masyarakat di Indonesia saat ini tidak langsung berasal dari pegunungan, melainkan dari air tanah dan air permukaan yang dikelola oleh perusahaan.
Rivai juga menyinggung potensi besar sumber daya air Indonesia di kawasan Asia Tenggara yang mencapai sekitar 2018 kilometer kubik. Namun, kualitas sanitasi dan air minum di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara lain.
“Potensi kita sangat besar, tapi kualitas sanitasi dan air minum justru paling rendah. Ini yang harus kita perbaiki bersama,” tutupnya.