JAKARTA | Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang gugatan PMH Slamet Effendy yang diwakili kuasa hukumnya Richard William. Kali ini dikatakan Richard proses mediasi perdamaian terkait perkara Perbuatan Melawan Hukum dengan nomor perkara 564/Pdt.G/2024/PN Jakarta Pusat sangat menodai putusan Majelis Hakim yang menjerat kliennya.
Diketahui, pendiri Firma Richard William and partner dan juga salah satu pendiri FWJ Indonesia telah mengajukan PMH dengan penggugat, Dr. H. Slamet Effendy, M.Kes, terhadap Tergugat I hingga XII serta Turut Tergugat I hingga V.
Dalam proses mediasi, tim hukum penggugat mengajukan Resume Mediasi dengan menyampaikan tuduhan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Salah satu poin penting yang diangkat adalah dugaan penerbitan produk hukum fiktif yang terkait dengan perkara Reg No. 1044 K/PID/2022 dan Reg No. 149 PK/PID/2023.
Hasil mediasi yang telah dilaksanakan akan dilanjutkan dengan mediasi rekornya pada tanggal 24 Oktober 2024. Penjadwalan mediasi ini merupakan langkah lanjutan setelah pihak kuasa hukum menyampaikan argumen yang cukup jelas dalam persidangan sebelumnya.
“Tadi disebut diruang sidang mediasi bahwa majelis hakim dalam mengambil keputusan dan membacakan keputusan atas nama Slamet Effendy merupakan salah ketik. Bahkan dari pengacara tergugat yang hadir itu berjumlah 10 orang kompak mengatakan adanya kemungkinan kesalahan ketik dalam putusan yang dikeluarkan. “Kata Richard dalam keterangan pers nya, Jum’at (18/10/2024).
Meskipun majelis hakim menganggap kesalahan semacam ini wajar, Richard William, kuasa hukum penggugat, menilai bahwa jika memang ada kesalahan ketik, hal tersebut berpotensi menyebabkan ketidakakuratan dalam putusan.
“Jika putusan tersebut dinyatakan terbukti, hal ini bisa jadi akibat dari kesalahan ketik, jelas bisa membatalkan putusan dan tidak bisa menahan klien kami. “Ungkapnya.
Namun dalam konteks ini, pengacara tergugat dan ikut tergugat menyebut Majelis Hakim yang memvonis Slamet Effendy bersalah tidak dapat dituntut hal itu merujuk berdasarkan SEMA Nomor 9 Tahun 1976, yang menegaskan bahwa majelis hakim tidak dapat dituntut, baik secara pidana maupun perdata, terkait putusannya. Walaupun pihak kuasa hukum sependapat dengan aturan tersebut, mereka menekankan pentingnya putusan yang diambil dengan itikad baik.
Jika anggapan bahwa terdapat kesalahan ketik diterima, pihak kuasa hukum menyatakan bahwa kesalahan tersebut seharusnya dapat direvisi. Namun, Richard William menegaskan bahwa kesalahan yang menyangkut nama lengkap hakim dan nomor NIK tidak dapat dianggap sebagai kesalahan ketik.
“Jika semua ini dianggap sebagai kesalahan ketik, maka berarti tidak ada persidangan yang terjadi, dan tidak ada vonis serta putusan kliennya bersalah untuk dipidanakan dalam perkara apapun. Jika putusan dibiarkan tanpa koreksi, hal ini menimbulkan keraguan tentang keabsahan proses persidangan yang menyangkut harkat martabat Majelis Hakim. “tambahnya.
Untuk itu, Richard berharap mediasi selanjutnya diharapkan dapat memberikan kejelasan dan menyelesaikan sengketa yang ada secara adil bagi semua pihak terkhusus kliennya Slamet Effendy.
- R.